Home | Nasional | Internasional | Daerah | Politik | Hukrim | Ekonomi | Sport | SerbaSerbi | Tekno | Lifestyle
 
Jejak Empat Gubernur Riau di Meja KPK, Ketika Negeri Bertuah Kembali Jadi Target Lembaga Antirasuah
Rabu, 05-11-2025 - 00:47:53 WIB | Alfis
Hatrick, empat Gubernur Riau diitangkap KPK
TERKAIT:
   
 

PEKANBARU, Riauline.com — Provinsi Riau kembali menjadi pusat perhatian nasional. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dari Bumi Lancang Kuning. Dengan ditangkapnya Gubernur Abdul Wahid, Riau resmi mencatat rekor kelam: empat gubernur pernah berurusan dengan lembaga antirasuah dalam dua dekade terakhir. Sebuah catatan pahit bagi negeri yang dijuluki “Tanah Bertuah.”


Bagi sebagian warga, kabar ini tidak lagi mengejutkan. Riau seolah menjadi “wilayah operasi rutin” bagi KPK. Dari masa ke masa, lembaga antikorupsi itu seakan tak pernah absen menjemput pejabat tinggi Riau. Padahal, provinsi ini dikenal sebagai salah satu daerah terkaya di Indonesia dengan sumber daya alam melimpah — minyak bumi, gas, dan sawit. Namun di balik kemakmuran itu, korupsi justru tumbuh subur, menodai citra daerah yang religius dan beradat.


Gubernur Riau pertama yang berurusan dengan KPK adalah Saleh Djasit (1998–2003). Politikus Golkar itu terjerat kasus pengadaan 16 unit mobil pemadam kebakaran senilai Rp15,2 miliar pada tahun 2003. Ia divonis 4 tahun penjara karena merugikan negara. Kasus ini menjadi awal dari bab kelam yang mengiringi perjalanan kepemimpinan Riau di era reformasi.


Setelahnya, tongkat estafet kepemimpinan jatuh ke tangan Rusli Zainal (2003–2013). Dua periode memimpin, dua kasus pula menjeratnya. Rusli tersandung korupsi suap proyek pembangunan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII tahun 2012, serta penyalahgunaan wewenang dalam izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu. Ia sempat divonis 14 tahun penjara sebelum hukuman itu dipangkas menjadi 10 tahun setelah Peninjauan Kembali (PK). Nama Rusli menjadi simbol runtuhnya kepercayaan publik terhadap moral pejabat tinggi Riau.


Belum sempat publik melupakan luka lama, Annas Maamun, Gubernur Riau periode 2014–2019, kembali menyeret nama Riau ke pusaran korupsi. Ia terjerat kasus suap alih fungsi kawasan hutan dalam revisi RTRW Provinsi Riau. Dengan dalih memperjuangkan pembangunan daerah, Annas justru menggadaikan kewenangannya untuk memperkaya pengusaha tertentu. Ia dijatuhi hukuman penjara dan menjadi contoh nyata betapa kekuasaan tanpa integritas hanyalah jalan menuju kehancuran moral.


Kini, giliran Abdul Wahid, gubernur aktif, yang ditangkap KPK karena dugaan suap proyek pemerintah daerah. Padahal, sosok ini semula dianggap membawa semangat baru kepemimpinan di Riau. Namun seperti kisah berulang, janji perubahan kembali kandas di tengah aroma uang dan kekuasaan. Dengan tertangkapnya Abdul Wahid, Riau menorehkan rekor suram: empat gubernur dijerat kasus korupsi dalam dua dekade terakhir — sebuah quatrick yang menyedihkan dan memalukan.


Bagi rakyat kecil, kabar penangkapan ini lebih dari sekadar berita politik. Ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan mereka. “Kami sudah bosan dengar gubernur ditangkap. Riau ini seperti tak punya pemimpin yang jujur,” ujar Fitri, seorang pedagang di Bengkalis. Ia menunduk, menahan getir. Di matanya, korupsi bukan hanya merugikan negara, tapi juga merampas hak hidup masyarakat kecil yang seharusnya menikmati hasil bumi mereka sendiri.


Kritik tajam pun bermunculan. Banyak kalangan menilai bahwa masalah korupsi di Riau bukan hanya karena individu yang serakah, tapi karena sistem politik yang busuk. Biaya politik tinggi membuat jabatan diperlakukan seperti investasi. Maka ketika terpilih, pejabat merasa berhak “mengembalikan modal” lewat proyek dan anggaran. Ini menciptakan siklus korupsi yang sulit diputus, meski sudah empat kali menjadi pelajaran pahit.


Riau sesungguhnya memiliki segalanya untuk maju  tanah subur, hasil alam melimpah, dan masyarakat yang pekerja keras. Tapi potensi besar itu terhenti di meja kekuasaan. Infrastruktur masih banyak yang rusak, pendidikan belum merata, dan kemiskinan tetap membelit sebagian wilayah. Semua ini menjadi bukti bahwa korupsi bukan sekadar kejahatan hukum, tapi juga pembunuh masa depan generasi.


KPK mungkin bisa menangkap pelaku, tapi tidak bisa menangkap mentalitas yang melahirkan korupsi. Selama masyarakat masih mudah terbuai janji kosong dan uang politik, selama pejabat masih menilai jabatan sebagai kesempatan, maka drama penangkapan ini akan terus berulang. Riau akan terus menjadi “target favorit” lembaga antirasuah, bukan karena keberanian, tapi karena kebiasaan buruk yang tak kunjung berubah.


Kini, saatnya rakyat dan pemimpin Riau bercermin. Kekuasaan sejatinya bukan warisan yang diwariskan dari gubernur ke gubernur, tapi amanah yang harus dijaga. Sudah cukup empat kali negeri ini jatuh di lubang yang sama. Riau tidak butuh pemimpin yang kaya, tapi yang berani miskin demi kejujuran. Karena tanah yang bertuah hanya akan benar-benar bertuah jika dipimpin oleh hati yang bersih.


Dan dari balik jeruji empat gubernur itu, semoga lahir kesadaran baru: bahwa kehormatan sebuah negeri tidak ditentukan oleh jumlah sumur minyak, tapi oleh seberapa dalam nurani pemimpinnya.


Jubir KPK Budi Prasetyo mengungkapkan Gubernur Riau Abdul Wahid bersama sembilan orang lainnya kena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini 10 orang tersebut tengah diperiksa terkait dugaan korupsi di Dinas PUPR Riau.


"Untuk penetapan tersangka dan kronologi serta kasus yang menjerat akan di sampaikan konferensi pers besok," ujar Budi, Selasa (4/11/25).


Ia mengatakan selain Gubri Abdul Wahid, turut ditangkap Kepala Dinas, Arief Setiawan dan Sekretaris, Ferry Yunanda. Kemudian ada 5 kepala UPT. Lalu ada tenaga ahli Gubri, Dani M Nursalam (DMN) dan orang kepercayaan gubernur Tata Maulana.


Untuk uang yang dijadikan barang bukti sekitar Rp1,6 miliar. Ada yang dalam pecahan rupiah dan sebagian mata uang asing. "Selengkapnya besok ya. Untuk waktu kita pastikan besok," tutup Budi.


 


 




 
Berita Lainnya :
  • Jejak Empat Gubernur Riau di Meja KPK, Ketika Negeri Bertuah Kembali Jadi Target Lembaga Antirasuah
  •  
    Komentar Anda :

     
     
    Indeks Berita  
    01 Sempat Mengalami Kerusakan, KMP Mutiara Pertiwi II Kembali Arungi Lintasan Bengkalis–Sungai Pakning
    02 Layanan Roro Bengkalis Kembali Terkendala, Satu Kapal Mengalami Kerusakan Pada Mesin
    03 Fasilitas Rusak dan Kebersihan Buruk, Kadishub Bengkalis Turun Tangan Sidak Pelabuhan Roro Sungai Selari
    04 PGRI Bandar Laksamana Galang Donasi Rp25 Juta, Uluran Tangan untuk Guru dan Warga Terdampak Bencana
    05 PGRI Bukit Batu Salurkan Donasi Rp67,9 Juta untuk Korban Bencana, Gotong Royong Guru yang Mengalir hingga Tiga Provinsi
    06 Kadishub Bengkalis Tinjau Progres Docking Roro, Pastikan Layanan Penyeberangan Segera Normal
    07 Guru SD Bengkalis Diperkuat Kompetensinya, Menuju Sekolah Ramah Inklusi
    08 Polres Rohil Musnahkan 79,98 Kilogram Sabu, Polda Riau : Ribuan Generasi Muda Berhasil Diselamatkan
    09 SERANA, Inovasi dari Sungai Pakning yang Mengubah Cara Petani Tanjung Leban Memanen Madu
    10 67 KK Terima Bantuan PAH dari Pemerintah Desa Sungai Selari
     
     
    Galeri Foto | Advertorial | Indeks Berita
    Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Tentang Kami | Info Iklan
    © 2019 - Riauline.com