BENGKALIS, Riauline.com — Rencana pembentukan Satuan Tugas (Satgas) gabungan untuk menertibkan antrean di Pelabuhan Roro Bengkalis dan Air Putih kembali mencuat. Satgas ini digadang-gadang akan menjadi solusi untuk mengatasi kekacauan antrean kendaraan yang kerap memicu keluhan masyarakat. Namun, di balik semangat itu, banyak pihak justru menilai wacana ini hanya sebatas isapan jempol belaka.
Selama bertahun-tahun, pelabuhan Roro Bengkalis menjadi potret kecil dari carut-marut tata kelola pelayanan publik. Antrean kendaraan yang mengular, praktik “terobos antrean”, hingga dugaan adanya perlakuan istimewa bagi kendaraan tertentu sudah menjadi keluhan klasik. Di tengah situasi itu, pemerintah daerah menggulirkan wacana pembentukan Satgas gabungan, yang disebut akan terdiri dari unsur pemerintah daerah, praktisi, mahasiswa, serta media massa baik elektronik maupun online.
Namun, tak sedikit yang menilai, Satgas semacam ini sulit bekerja maksimal jika tidak memiliki kemandirian dan keberanian dalam menegakkan aturan.
“Pertanyaannya sederhana: kalau nanti mobil pejabat atau atasan mereka sendiri melintas tanpa antre, apakah Satgas berani menegur? Jangan-jangan mereka hanya berani pada sopir rakyat kecil,” ujar Ahmad Efendi, aktivis pelayanan publik Bengkalis, kepada Riauline.com, Rabu (5/11/2025).
Efendi menegaskan, Satgas hanya akan menjadi simbol tanpa taring jika tidak dibekali kekuasaan dan integritas yang kuat. Ia mencontohkan, di lapangan selama ini, banyak kendaraan pelat merah atau mobil dinas yang diduga bebas menerobos antrean tanpa sanksi.
“Kalau ketegasan itu tidak dimulai dari menertibkan pihak sendiri, maka jangan harap masyarakat percaya,” katanya.
Selain persoalan moral, keberadaan Satgas juga diprediksi akan menambah beban keuangan daerah. Dalam kondisi fiskal yang menuntut efisiensi, pembentukan tim baru tentu berpotensi memakan anggaran tambahan.
“Sementara hampir semua daerah kini sedang menekan pengeluaran, kita justru membuat tim baru dengan biaya operasional, seragam, honor, dan fasilitas. Efisiensi yang dikampanyekan jadi tidak sejalan dengan kenyataan,” ujar Ahmad Efendi.
Masyarakat pun meragukan sejauh mana Satgas akan benar-benar menindak tegas kendaraan yang menerobos antrean. “Kita sering dengar istilah ‘akan ditindak tegas’, tapi di lapangan, pelanggar tetap lolos begitu saja. Kalau tidak ada ketegasan nyata, ini hanya menambah panjang daftar wacana tanpa hasil,” kata Rudi, sopir truk langganan rute Bengkalis–Pakning.
Wacana penertiban antrean sebenarnya bukan hal baru. Beberapa tahun terakhir, berbagai kebijakan sudah digulirkan mulai dari pengaturan tiket manual hingga wacana sistem digitalisasi antrean. Namun, setiap kali muncul kebijakan baru, pelanggaran tetap terjadi. Karena itu, masyarakat berharap Satgas kali ini tidak sekadar formalitas, tetapi memiliki keberanian untuk menegakkan aturan, termasuk terhadap kendaraan yang dianggap “berkuasa”.
“Kalau benar mau menertibkan, ya tegas saja. Beranikan anggota Satgas menindak siapa pun yang menerobos antrean, kecuali kendaraan yang sudah resmi mendapat prioritas. Saya dengar ada sekitar 20 jenis kendaraan yang memang berhak mendapat prioritas, seperti ambulans atau kendaraan darurat. Selain itu, semua harus antre,” tegas Efendi.
Kemandirian Satgas dari intervensi dan tekanan menjadi faktor penentu keberhasilannya. Tanpa kebebasan bertindak, Satgas akan lumpuh sejak awal.
“Kalau masih takut ditelepon atasan, jangan harap bisa menertibkan antrean. Satgas ini harus berani menegakkan aturan tanpa pandang bulu,” ujar Dianto warga Sungai Pakning.
Kehadiran unsur media massa dalam Satgas, bila benar diwujudkan, bisa menjadi langkah positif untuk menjamin transparansi dan kontrol publik. Namun, lagi-lagi, semua akan bergantung pada sejauh mana niat baik pemerintah daerah untuk memberi ruang gerak yang bebas dari tekanan. Tanpa itu, media hanya akan menjadi saksi bisu dari sistem yang tak berubah.
Bagi masyarakat Bengkalis, pelabuhan Roro bukan sekadar fasilitas transportasi, melainkan urat nadi ekonomi. Keterlambatan dan antrean panjang bisa berarti kerugian waktu, tenaga, bahkan pendapatan. Karena itu, mereka berharap Satgas jika benar-benar dibentuk tidak hanya menjadi proyek pencitraan, tapi membawa perubahan nyata di lapangan.
Akhirnya, publik menunggu bukti, bukan janji. Apakah Satgas Roro Bengkalis ini akan menjadi motor perubahan, atau justru menambah panjang daftar wacana yang berakhir tanpa hasil. Sebab bagi warga yang setiap hari berjuang di antrean pelabuhan, janji tanpa tindakan tak ubahnya sekadar isapan jempol yang tenggelam di gelombang laut Bengkalis.
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Bengkalis resmi membentuk Satuan Tugas (Satgas) gabungan untuk melakukan pengawasan di Pelabuhan Roro Air Putih Bengkalis dan Sei Pakning Bukit Batu.
Rapat pembentukan Satgas tersebut dipimpin oleh Sekda Bengkalis, dr. Ersan Saputra, T.H, didampingi Sekretaris Dinas Perhubungan, Alhamidi, bersama unsur Forkopimda, KSOP, LAMR, Media dan perwakilan mahasiswa Kegiatan berlangsung di Ruang Rapat Dinas Perhubungan, Jalan Pramuka Bengkalis beberapa waktu yang lalu
Dalam rapat tersebut, Sekda Ersan meminta masukan dari seluruh peserta terkait persiapan pembentukan Satgas yang akan bertugas sebagai pengawas pelayanan di kedua pelabuhan.
“Terkait pembentukan SK Satgas ini sudah kita bahas dan secepatnya akan ditindaklanjuti. Nantinya Satgas akan mencakup bidang penertiban, pelayanan, pengawasan, edukasi kepada masyarakat, serta informasi. Semua akan terpusat di sekretariat atau posko di dua sisi pelabuhan Air Putih dan Sungai Selari,” jelas Ersan.
Ia menambahkan, Satgas gabungan tersebut beranggotakan unsur pemerintah daerah, praktisi, mahasiswa, serta media massa baik elektronik maupun online.
“Kita berharap Satgas ini menjadi teman masyarakat pengguna jasa Roro agar tidak ada lagi yang melakukan penerobosan antrean,” ujarnya.
Komentar Anda :